Mukomuko – 3/1/2025, Alih fungsi kawasan hutan negara khususnya di kawasan Bentang Alam Seblat, yang membentang dari Bengkulu Utara hingga Mukomuko, telah berlangsung dalam waktu yang lama.
Berdasarkan pantauan di lapangan, ditemukan plakat yang menandakan lokasi tersebut merupakan kawasan hutan negara, lebih tepatnya Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Ipuh I di Kecamatan Sungai Rumbai, Kabupaten Mukomuko. Namun, plakat tersebut sekarang berada di tengah-tengah perkebunan sawit yang tidak diketahui pemiliknya.
Selain itu, banyak masyarakat yang menggantungkan hidup dengan bekerja sebagai buruh sawit di dalam kawasan hutan tersebut, bahkan membangun tempat tinggal secara berkelompok.
Mantan pejabat Desa di Kecamatan Sungai Rumbai, yang berinisial SL, mengungkapkan bahwa pembukaan lahan untuk kebun sawit di kawasan Gajah Mati, Kecamatan Sungai Rumbai, telah berlangsung cukup lama.
Luasannya mencapai ratusan hektare, dengan kepemilikan yang bervariasi antara 3 hingga 5 hektare per individu, bahkan ada yang menguasai hingga ratusan hektare.
“Pembukaan perkebunan sawit di kawasan ini sudah sangat lama. Yang pasti, kawasan sekitaran izin PT Bentar Arga Timber (BAT) telah berubah menjadi kebun sawit. Luasan kepemilikan bergantung pada modal penggarap,” kata SL.
Selain itu, SL juga menyatakan bahwa banyak warga yang menjadi buruh di perkebunan sawit, terutama di kebun sawit milik tokoh ternama di Desa Gajah Mati, yang luasnya mencapai ratusan hektare.
Dengan kondisi tersebut, kemungkinan untuk menjaga kawasan hutan negara ini sangat sulit, apalagi pengawasan yang dilakukan pihak kehutanan sangat minim.
“Dengan luasan yang terus bertambah dan akses jalan yang sudah ada, serta lemahnya pengawasan, sangat sulit menjaga kawasan hutan ini,” tambahnya.
Ketua Koordinator Program Konsorsium Bentang Alam Seblat, Iswadi, menegaskan bahwa kerusakan kawasan hutan negara di Mukomuko harus segera ditindaklanjuti.
Salah satu penyebab utama kerusakan hutan adalah aktivitas pemanenan kayu oleh PT BAT, pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA).
Selain itu, lemahnya pengawasan dan terbukanya akses jalan menyebabkan wilayah konsesi tersebut berubah menjadi perkebunan sawit.
“Berdasarkan pemantauan pada tahun 2024, kerusakan di area konsesi PT BAT mencapai 14.183,48 hektare, yang kini telah berubah menjadi semak belukar, lahan terbuka, dan kebun sawit ilegal,” tegasnya.
Lebih lanjut Iswadi, juga menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan PT BAT bertentangan dengan kewajiban mereka berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021, pernyataan ini yang mewajibkan perusahaan untuk menjaga dan memulihkan kawasan hutan.
Kemudian, ia juga mengungkapkan bahwa PT BAT diduga lalai dalam menjalankan tugasnya, dengan tidak melakukan reboisasi dan tidak melakukan pengamanan yang memadai.
“Kami mendesak Menteri Kehutanan untuk mencabut seluruh izin IUPHHK-HA di Provinsi Bengkulu,” tegas Iswadi.
Selain itu, Konsorsium Bentang Alam Seblat juga menemukan dugaan jual beli lahan ilegal yang melibatkan aparat dan pemerintah desa, dengan harga pasar lahan hutan yang ditebang berkisar antara Rp 10 hingga 15 juta per hektare. Meskipun hal ini telah dilaporkan kepada aparat penegak hukum, aktivitas perambahan hutan terus berlanjut.
“Modusnya adalah penebangan liar terlebih dahulu dan jika tidak ada respon dari aparat, baru diikuti dengan penanaman sawit,” jelas Iswadi.
Selanjutnya, Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar, yang juga tergabung dalam Konsorsium Bentang Alam Seblat, menyatakan bahwa penanganan terhadap perusakan dan alih fungsi kawasan hutan di Mukomuko belum menunjukkan keseriusan dari pihak-pihak yang berwenang. Ia menegaskan bahwa jika pembiaran terus berlangsung, Bentang Alam Seblat akan terancam punah.
“Konsorsium Bentang Alam Seblat memiliki wilayah intervensi seluas 82 ribu hektare, yang membentang dari Bengkulu Utara hingga Mukomuko. Kasus alih fungsi kawasan hutan di wilayah ini sangat mengkhawatirkan,” kata Ali.
Selain itu, Ali juga menyoroti bahwa pembukaan kawasan hutan menggunakan alat berat, yang membutuhkan modal besar, semakin memperburuk keadaan.
“Alat berat ini tidak mungkin beroperasi bebas tanpa ada yang memfasilitasi. Kami mendesak Menteri Kehutanan untuk mencabut izin IUPHHK-HA dan meminta aparat penegak hukum untuk menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam perusakan kawasan hutan,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Mukomuko, Aprin Sihaloho, S.Hut, mengungkapkan bahwa terdapat 80,22 hektare kawasan hutan negara yang menjadi wilayah kerja KPHP Mukomuko.
Secara ekologis, kawasan hutan ini berfungsi sebagai penyangga sumber kehidupan bagi masyarakat serta menjadi hulu dari beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) di Mukomuko, seperti DAS Teramang, DAS Retak, DAS Ipuh, dan DAS Air Rami.
Dan kawasan hutan ini juga merupakan habitat bagi satwa langka seperti gajah Sumatera dan harimau Sumatera serta bunga Rafflesia, ikon Provinsi Bengkulu.
Namun, Aprin mengakui bahwa sebagian besar kawasan hutan ini telah dibuka untuk perkebunan sawit yang dimiliki perorangan.
“Berdasarkan keterbatasan anggaran, kami belum memiliki data pasti berapa banyak kawasan hutan yang telah dibuka. Namun, saya dapat pastikan bahwa lebih dari setengah kawasan hutan yang ada di Mukomuko sudah dirambah,” ujar Aprin.
Lebih lanjut Aprin, menambahkan bahwa di Mukomuko terdapat dua perusahaan pemegang IUPHHK-HA, yaitu PT Bentar Arga Timber (BAT) dengan luas konsesi 20.020 hektare, dan PT Anugrah Pratama Inspirasi (API) dengan luas konsesi 23.564,26 hektare.
“Di sekitar konsesi kedua perusahaan ini juga sering terjadi pencurian kayu dan pembukaan kebun sawit secara ilegal,” tambahnya.
Kerusakan hutan yang terjadi di Mukomuko, terutama akibat alih fungsi menjadi perkebunan sawit, menjadi perhatian serius berbagai pihak.
“Penanganan yang lebih tegas dan komprehensif dari pemerintah dan aparat penegak hukum sangat diperlukan untuk menghentikan perusakan lebih lanjut dan menjaga kelestarian alam yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat dan ekosistem,” pungkasnya. (rz)
