Dua Keluarga di Mukomuko Mundur dari Program Rehabilitasi RTLH

Mukomuko – 19/5/2025, Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman (Perkim) Kabupaten Mukomuko, mengumumkan berjumlah dua keluarga penerima bantuan program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Kabupaten Mukomuko, memutuskan mundur dari program tersebut pada tahun 2025.

Alasan pengunduran diri disampaikan karena ketidakmampuan menyelesaikan proses rehabilitasi secara mandiri sesuai ketentuan program.

Kepala Bidang Perumahan dan Permukiman pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Mukomuko, Erik Mendiho, menjelaskan bahwa program ini awalnya dialokasikan untuk 40 kepala keluarga penerima Bantuan Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di daerah Kabupaten Mukomuko.

Namun, ada dua keluarga yang mengundurkan diri lantaran tidak sanggup menanggung kekurangan biaya yang harus ditanggung secara swadaya.

“Pada tahun ini, kami mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 800 juta dari APBD untuk merehabilitasi 40 unit rumah tidak layak huni, masing-masing rumah mendapat Rp 20 juta. Namun karena nilai bantuan terbatas, maka kekurangan biaya rehabilitasi wajib ditanggung pemilik rumah secara mandiri,” jelasnya.

Untuk pengalihan bantuan kepada keluarga lain tidak dapat dilakukan lantaran daftar penerima telah ditetapkan melalui surat keputusan yang diterbitkan.

Selain dua keluarga yang mengundurkan diri, juga ada tiga hingga empat calon penerima bantuan yang statusnya belum jelas karena tidak terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) maupun Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG).

“Meski demikian, pihak desa di Kecamatan Selagan Raya telah mengeluarkan surat pernyataan yang menyatakan bahwa keluarga tersebut layak mendapatkan bantuan,” jelas Erik.

Lebih lanjut, Erik, menambahkan bahwa bahwa skema anggaran dan nominal bantuan RTLH dari APBD Mukomuko sejauh ini sejalan dengan bantuan serupa yang bersumber dari APBN.

“Dengan adanya kasus pengunduran diri ini, kami mengingatkan bahwa calon penerima harus benar-benar siap secara swadaya untuk menyelesaikan pekerjaan yang tidak tercakup dalam bantuan. Ini penting karena anggaran yang tersedia memang terbatas,” pungkasnya.

 

RIZON SAPUTRA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *