Kawasan Hutan di Mukomuko Terancam Rusak, Perkebunan Sawit Ilegal Ancam Ekosistem dan Kehidupan Masyarakat

Mukomuko- 31/12/2024, Daerah Kabupaten Mukomuko, yang terletak di Provinsi Bengkulu, menyimpan potensi sumber daya alam (SDA) yang melimpah, terbentang dari perbatasan Bengkulu Utara hingga ke wilayah Provinsi Jambi dan Sumatera Barat.

Wilayah ini memiliki kawasan hutan yang terbagi dalam kategori Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan Hutan Produksi Konservasi (HPK), yang mencakup total luas sekitar 80.022 hektar (Ha).

Namun, luasnya kawasan hutan ini justru membuka peluang bagi oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk merambah hutan tersebut secara ilegal.

Kawasan yang dulunya merupakan ekosistem alam kini sebagian besar telah berubah menjadi lahan perkebunan kelapa sawit milik individu.

Data yang dihimpun menunjukkan terdapat tiga kawasan HP, tiga kawasan HPT dan dua kawasan HPK di Mukomuko. Kawasan tersebut antara lain HP Air Rami (5.068 Ha), HP Air Teramang (4.780 Ha), HP Air Dikit (2.260 Ha), HPT Air Ipuh I (22.260 Ha), HPT Air Ipuh II (16.748 Ha), HPT Air Manjunto (25.970 Ha) dan HPK Air Manjunto (2.891 Ha).

Selain itu, dua perusahaan yang memegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK-HA) dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) juga tercatat beroperasi di kawasan tersebut, yakni PT Bentar Arga Timber (BAT) dan PT Anugrah Pratama Inspirasi (API).

Namun, ada juga perusahaan besar perkebunan kelapa sawit yang diduga telah masuk ke kawasan HPT Air Ipuh I dan HPK Air Manjunto tanpa izin yang sah, yang berpotensi merusak kawasan hutan.

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Mukomuko, Aprin Sihaloho, S.Hut, mengungkapkan bahwa kawasan hutan di Mukomuko berfungsi sebagai penyangga kehidupan masyarakat setempat.

Hutan ini juga menjadi hulu bagi beberapa sungai besar yang membelah daerah Kabupaten Mukomuko, seperti DAS Teramang, DAS Retak, DAS Ipuh dan DAS Air Rami.

“Selain itu, kawasan hutan ini merupakan habitat bagi satwa langka seperti gajah dan harimau Sumatera, serta bunga Rafflesia yang menjadi ikon Provinsi Bengkulu,” ujarnya.

Namun, Aprin mengungkapkan, sebagian besar kawasan hutan kini telah dibuka untuk lahan perkebunan kelapa sawit, yang memicu rentannya bencana alam dan konflik antara manusia dan satwa liar.

“Karena keterbatasan anggaran, kami belum memiliki data pasti mengenai luas kawasan hutan yang telah dirambah. Namun, dapat kami pastikan bahwa lebih dari setengah kawasan hutan Mukomuko telah dibuka oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” jelas Aprin.

Seiring dengan itu, Aprin, juga mengungkapkan bahwa adanya sejumlah kasus yang berkontribusi pada kerusakan hutan, seperti dugaan jual beli lahan di dalam kawasan HP Air Rami yang melibatkan PT API pada Juli 2022, serta dua kasus ilegal logging di HPT Air Ipuh I pada Oktober 2022.

“Satu kasus telah diputuskan di pengadilan, sementara satu kasus lainnya masih dalam penyelidikan Polres Mukomuko. Selain itu, ada pula temuan alat berat di kawasan HPT Air Ipuh I dan HP Air Teramang yang sedang diselidiki oleh pihak berwenang,” ungkapnya.

Dalam waktu sekarang pihaknya telah mengirimkan surat kepada Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Lampung untuk meminta bantuan terkait dua perusahaan perkebunan besar kelapa sawit yang masuk ke kawasan hutan tanpa izin.

“BPKH merupakan lembaga yang berwenang dalam menghitung luasan dan memiliki data pasti mengenai HP, HPT dan HPK di wilayah tersebut,” katanya.

Sementara itu, Dr. Gunggung Senoaji, Dosen Kehutanan Universitas Bengkulu, yang juga seorang pengamat kawasan hutan, menegaskan bahwa peraturan yang ada untuk melindungi kawasan hutan, seperti Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan Kerusakan Hutan, harus ditegakkan dengan serius.

“Sanksi yang ada dalam undang-undang tersebut sudah sangat jelas dan berat, dengan ancaman hukuman penjara lebih dari 5 tahun dan denda miliaran rupiah. Namun, praktik perusakan kawasan hutan masih terjadi, seperti yang terlihat dalam operasi alat berat ilegal di kawasan HP Air Teramang,” tegasnya.

Lebih lanjut Dr. Gunggung, menambahkan bahwa meskipun pemerintah telah membagi kawasan hutan menjadi beberapa kategori fungsional, lebih dari 50 persen kawasan hutan di Provinsi Bengkulu, termasuk di Mukomuko, telah berubah menjadi lahan perkebunan. Hal ini tidak terlepas dari tekanan ekonomi dan kebutuhan mata pencaharian masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan.

“Jika kita ingin menjaga kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat, penanganan masalah ini harus melibatkan berbagai pihak. Masyarakat yang terlibat dalam pembukaan kawasan hutan harus dibina, dan penumpang gelap yang merusak kawasan hutan harus diungkap,” tambahnya.

Dampak dari kerusakan kawasan hutan sudah mulai dirasakan oleh masyarakat di Desa Gajah Makmur, Kecamatan Malin Deman, yang terletak tidak jauh dari kawasan HPT Air Ipuh I dan HP Air Rami.

Dalam hal yang sama, Kepala Desa Gajah Makmur, Gutomo, mengungkapkan bahwa konflik antara manusia dan satwa liar, seperti harimau, semakin sering terjadi.

Pada 2 April 2024, warga desa berhasil merekam video harimau yang tengah memangsa sapi milik warga yang ditambatkan di kebun sawit.

“Kejadian serupa juga telah terjadi sebanyak 12 kali sejak akhir tahun 2021, dengan sapi dan kambing menjadi korban,” ungkapnya.

Kerusakan kawasan hutan di Kabupaten Mukomuko memang telah memberikan dampak yang luas, baik bagi ekosistem hutan itu sendiri maupun bagi masyarakat sekitar.

“Penanganan permasalahan ini membutuhkan kerjasama antara pemerintah, masyarakat dan pihak terkait lainnya agar ekosistem hutan dapat terlindungi dan kehidupan masyarakat tetap sejahtera,” pungkasnya. (rz)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *